Korandiva-BLORA.– Penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan aset desa di Desa Sogo, Kecamatan Kedungtuban, Kabupaten Blora, kembali mendapat sorotan. Kali ini, tim kuasa hukum dari Kuwatono, perangkat desa yang menjadi terlapor dalam perkara tersebut, mengajukan permohonan pemeriksaan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tambahan kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Blora.
Permohonan ini dilayangkan secara resmi oleh Mohammad Ababilil Mujaddiyin, S.Sy., M.H., C.I.A, dari Kantor Advokat Billy Nobile & Associates. Ia menyampaikan bahwa permohonan ini bertujuan untuk memperkuat posisi hukum kliennya, karena bukti-bukti yang ada dinilai tidak cukup kuat untuk menetapkan adanya korupsi aset desa.
Aset yang Dipersoalkan Bukan Milik Desa
Menurut Ababilil, pihaknya telah mengantongi sejumlah dokumen resmi dari berbagai instansi yang menyatakan bahwa jaringan air bersih yang menjadi objek perkara bukanlah aset milik Pemerintah Desa Sogo. Oleh karena itu, penetapan kliennya sebagai pihak yang bertanggung jawab dinilai tidak berdasar.
Beberapa dokumen penting yang disampaikan antara lain:
Surat dari BPD Desa Sogo dan Dinas PMD Blora yang menyatakan tidak adanya Peraturan Desa (Perdes) terkait aset air bersih untuk periode 2010–2014.
Surat dari Balai Besar Wilayah Sungai Pemali–Juwana yang menyebut bahwa jaringan air bersih tersebut merupakan aset kewenangan pusat, bukan milik desa.
Tanggapan dari Dinas PMD dan BPKAD Provinsi Jawa Tengah yang mengonfirmasi bahwa pipa induk eks PNPM di Desa Sogo tidak tercatat sebagai aset milik provinsi.
“Semua bukti tersebut menunjukkan bahwa aset yang dimaksud bukan merupakan aset desa. Maka dari itu, posisi hukum klien kami lemah untuk dikaitkan dengan tindak pidana korupsi,” ujar Ababilil.
Ajukan SP3, Kejaksaan Diharap Bertindak Objektif
Pihak kuasa hukum juga meminta agar Kejaksaan Negeri Blora dapat segera menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas nama Kuwatono, dengan pertimbangan bahwa objek perkara berada di luar kewenangan desa.
Permohonan ini turut disertai dasar hukum berupa sejumlah regulasi nasional, seperti Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014, serta berbagai Peraturan Pemerintah dan Permendagri yang mengatur soal pengelolaan aset desa.
“Jika objek penyidikan saja tidak jelas kepemilikannya, maka proses hukum terhadap klien kami berpotensi mencederai keadilan,” tambahnya.
Belum Ada Tanggapan Resmi dari Kejari Blora
Hingga berita ini ditulis, belum ada tanggapan resmi dari pihak Kejaksaan Negeri Blora terkait permohonan pemeriksaan tambahan ini. Namun masyarakat berharap agar perkara ini dapat segera mendapat kejelasan hukum dan tidak berlarut-larut.
Sementara itu, Kuwatono yang selama ini dikenal sebagai perangkat desa yang aktif dan kooperatif, mengaku siap mengikuti seluruh proses hukum, namun tetap berharap keadilan ditegakkan secara objektif. (*)