Korandiva – BLORA.- Di balik gegap gempita peluncuran Koperasi ASPENDA Sukses Makmur, tersimpan kisah panjang perjuangan para pemilik kios pupuk lengkap (KPL) di Kabupaten Blora. Bukan dari ruang rapat elite, koperasi ini lahir dari obrolan di gudang dan warung kopi para pengecer yang bertahun-tahun bergulat dengan sistem distribusi pupuk yang dengan segala keruwetan administrasi dan minim transparansi.
Koperasi ini merupakan inisiatif murni dari anggota Asosiasi Pemilik Kios Pupuk Blora (ASPENDA), yang telah terbentuk sejak 2010. Setelah hampir 15 tahun berorganisasi, para pengecer kini mengambil langkah besar: membentuk koperasi sendiri untuk memperjuangkan distribusi pupuk yang lebih adil, transparan, dan berkelanjutan.
“Kami sering disebut pengecer, tapi kami juga pejuang pangan di lapangan. Dulu kami hanya bisa menerima dan menunggu. Sekarang kami memilih bangkit dan memegang kendali,” ujar Suhardi, Ketua Koperasi ASPENDA SUKSES MAKMUR, usai acara peluncuran, Selasa (17/06/2025).
Dengan anggota awal sebanyak 367 kios pupuk dan 10 distributor, koperasi ini tumbuh menjadi gerakan ekonomi berbasis kerakyatan. Suhardi menegaskan bahwa koperasi ini bukan sekadar badan usaha, melainkan simbol kedaulatan ekonomi rakyat kecil.
“Kami tidak menunggu perubahan dari atas. Kami memulai dari bawah, dari kios, dari lumbung, dari petani. Kami ingin anak cucu kami mewarisi ekonomi yang kuat, bukan sistem yang lemah,” katanya.
Koperasi ini juga memiliki visi jangka panjang sebagai tulang punggung distribusi agroinput dan saluran pemasaran produk pertanian Blora menuju pasar yang lebih luas.
Sementara Agus Nugroho selaku Dewan Pengawas menceritakan, Koperasi ASPENDA Sukses Makmur berdiri dengan modal awal lebih dari Rp 500 juta, seluruhnya hasil iuran sukarela anggota. Tanpa bantuan pemerintah atau skema proyek, koperasi ini dibangun atas dasar militansi dan komitmen mandiri. “Inilah koperasi dari kita, oleh kita, untuk kita. Kami tidak ingin dimanja dengan bantuan, kami ingin berdaulat secara ekonomi,” tegas Agus yang juga salah satu penggagasnya.
Anggota koperasi tidak hanya mendapat hak atas manfaat usaha dan Sisa Hasil Usaha (SHU), tetapi juga ikut menentukan kebijakan secara demokratis. Namun, kewajiban seperti simpanan anggota, kepatuhan aturan, dan menjaga integritas menjadi syarat mutlak.
Model bisnis koperasi ini tidak hanya bertujuan mempertahankan eksistensi pengecer, tapi juga mengangkat posisi mereka sebagai pelaku ekonomi yang produktif dan berdaya saing. “Tujuan nya untuk membesarkan yang kecil, menguatkan yang besar,” ujar Agus kepada wartawan.
Koperasi ini diharapkan menjadi motor peng gerak ekonomi lokal yang inklusif, berkelanjutan, dan berpihak pada akar rumput. (*)