Korandiva – BLORA.- Sebuah video yang memperlihatkan aksi penembakan senjata api oleh tim khusus (buser) Perhutani di wilayah Randublatung saat menjalankan tugas di kawasan hutan, viral di media sosial dan memicu kontroversi.
Wakil Administrator (Waka Adm) Perhutani KPH Randublatung, Rastim, membenarkan kejadian tersebut terjadi di wilayahnya dan melibatkan tim khusus (buser) Perhutani.
Menurut Rastim, kronologi kejadian bermula pada tanggal 2 Mei 2025 sekitar pukul 16.30 WIB. Saat itu, Tim Buser KPH Randublatung yang berjumlah empat orang melakukan penyergapan terhadap pelaku pencurian kayu di petak 54 RPH Ngampel BKPH Banyuurip KPH Randublatung.
“Dengan melakukan tembakan peringatan terhadap para pelaku yang berjumlah 8-9 orang dan bersenjatakan perkakas seperti perkul dan pecok. Para pelaku berhasil melarikan diri, dan barang bukti yang diamankan adalah 3 batang kayu jati (0.280 M³) serta 1 unit sepeda motor tanpa plat nomor. Petugas lapangan dilengkapi APD berupa senpi dengan persyaratan lulus psikotes,” jelas Rastim.
Menanggapi kejadian ini, salah satu elemen masyarakat yang ada di Blora, MPKN Blora, mengecam tindakan tersebut dan bahkan mempertanyakan legalitas senjata api yang digunakan.
Ketua MPKN Blora, Fuad Musofa, menyatakan bahwa penggunaan senjata api dalam pengamanan hutan memiliki aturan yang jelas dan tidak semua personel diperbolehkan menggunakannya.
“Penggunaan senjata api dalam rangka pengamanan hutan itu sudah jelas aturan mainnya, siapa saja yang boleh memegang dan menggunakannya. Tidak seperti ini, kelasnya buser, Kaur saja dipersenjatai pistol (senjata jenis genggam), ya ndak boleh lah,” ujarnya.
Merujuk pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.15/Menhut-II/2014 Tentang Pengelolaan Senjata Api Di Lingkungan Kementerian Kehutanan, Satuan Kerja Perangkat Daerah Dan Badan Usaha Milik Negara Bidang Kehutanan. Mereka menegaskan bahwa peraturan tersebut secara eksplisit menyebutkan bahwa karyawan Perhutani yang diperbolehkan memegang dan menggunakan senjata api jenis genggam hanyalah setingkat Kepala KPH atau Administrator.
“Telah jelas dan tegas disebutkan dalam Permenhut 15, dalam rangka pengamanan hutan, karyawan Perhutani yang boleh menggunakan senjata api jenis genggam adalah sekelas administrator atau kepala KPH,” tegas Fuad Musofa.
Menyikapi viralnya video tersebut, MPKN Blora mendesak agar penggunaan senjata api oleh Perhutani Randublatung ditiadakan dan ditinjau ulang secara menyeluruh. Mereka khawatir akan potensi penyalahgunaan senjata api yang dapat berakibat fatal.
“Tidak seharusnya mengamankan hutan Blora, mengusir blandong dengan pistol-pistolan, apalagi sampai diledakkan. Dan khusus terkait hal ini, kami ragu, senjatanya tersebut resmi atau rakitan, legal atau illegal, karena aturannya jelas, hanya sekelas Adm yang bisa gunakan senjata api jenis genggam,” pungkas Fuad Musofa. (*)