Korandiva – BLORA.– Penebangan hutan yang dilakukan oleh Perhutani KPH Blora di kawasan hutan produksi sekitar Kars Goa Terawang Kabupaten Blora menuai kritik dari aktivis serta warga setempat. Mereka menilai penebangan tidak profesional karena tidak memperhatikan kelestarian lingkungan dan berpotensi menimbulkan bencana alam, serta sarat persoalan hukum.
Aktivis Lembaga Masyarakat asal Todanan, Fuad Musofa mengaku kecewa dengan tindakan Perhutani, dan mengeluhkan dampak penebangan yang akan mereka rasakan, seperti berkurangnya sumber air dan potensi banjir bagi desa Kedungwungu.
“Mereka menebang puluhan hektar pohon jati yang masih seumuran jagung, kecil-kecil, tanpa memikirkan dampaknya bagi lingkungan sekitar, kelesatarian sumber mata air dan banjir bagi desa kedungwungu dan sekitarnya,” ujarnya.
Menurut Fuad selain terkait persoalan kelestarian alam, penebangan yang dilakukan ini juga jauh dari kata profesional sebagai pengelola hutan atau sebagai Badan Usaha Milik Negara yang taat akan aturan hukum.
Seperti halnya dalam hal pencatatan tebangan dan pengadaan angkutan tebangan. Mereka sangat tidak profesional dan pelaksaanaannya banyak melenceng dari aturan.
“Pencatatannya parah, banyak kayu yang tidak dicatat dalam pembukuan atau tidak sesuai pencatatannya. Begitu pula dengan pengadaan angkutannya, seperti yang disampaikan ADM beberapa waktu lalu kepada kami, angkutannya hanya pinjam bendera,” tambahnya.
Sebagaimana diketahui pada pekan lalu, dari MPKN telah bertemu dengan Administratur (ADM) Perhutani KPH Blora Yeni Ernaningsih beserta jajarannya. Banyak penjelasan yang disampaikan oleh ADM Perhutani, diantaranya adalah terkait angkutan.
“Terkait angkutan, kita diberikan ijin oleh Divre untuk bekerja sama dengan mitra angkutannya. Kemarin kita memang kerjasama dengan koperasi dengan menggunakan bendera saja, Pak. Tapi untuk kegiatan angkutan memang melibatkan angkutan yang ada di sekitar hutan, sementara pemilik armada hanya kita pakai tenaganya,” paparnya. (*)