Korandiva-BLORA.- “Kami sudah menghitung untuk Tahun 2025 nanti akan diberikan kenaikan Alokasi Dana Desa (ADD) yang bersumber dari Pemerintah Kabupaten untuk membiayai penghasilan tetap dan tunjangan jabatan serta operasionalnya, kemudian pemberian THR untuk Kades dan perangkat, besarannya melihat kemampuan anggaran daerahnya nanti seperti apa,” ujar Bupati Arief Rohman pada acara sosia Undang Undang Desa yang dikemas dalam seminar sehari di Pendopo Rumah Dinas Bupati Blora pada Kamis, 25 Juli 2024.
***
Rasa senang dan gembira tampak terlihat dari raut wajah ratusan kepala desa yang hadir dalam acara seminar sehari yang digelar oleh Forum Pemred Media Blora pada hari itu. Terlebih ketika bupati melanjutkan kalimatnya, bahwa bupati akan memberikan izin dan bantuan untuk pembangunan balai desa yang sudah tidak layak.
Seminar sehari yang diinisiasi oleh empat media yang tergabung dalam Forum Pemred yaitu Korandiva, Media Edukasi, Monitor Ekonomi, dan Opini Publik itu terselenggara berkat bekerjasama dengan DPC APDESI Kabupaten Blora, serta dukungan dari Pemerintah Kabupaten Blora.
Tiga Narasumber utama yang menyampaikan materi dalam seminar dengan tema “Bersinergi untuk membangun kemakmuran dan kesejahteraan Desa” antara lain Arief Rohman (bupati Blora), Dr. Sutoro Eko Yunanto (ketua STPMD Yogyakarta), dan Agung Heri Susanto (ketua DPC Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Blora).
Dalam paparannya, Ketua DPC APDESI Kabupaten Blora, Agung Heri Susanto mengungkapkan kronologis perubahan Undang-Undang Desa ke Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Meskipun sempat menuai pro dan kontra, karena salah satu pasalnya meminta perpanjangan masa jabatan dari 6 tahun menjadi 9 tahun, yang akhirnya disetujui menjadi 8 tahun.
“Saya didampingi Dr. Sutoro Eko Yunanto ini mengajukan revisi Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014, menjadi Undang-Undang Desa Nomor 3 Tahun 2024, dengan maksud untuk mewujudkan pemerintahan desa yang mandiri dan berdaulat, unruk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Desa di seluruh Indonesia, karena ujung tombak pembangunan dan pengentasan kemiskinan ada di perdesaan, jadi tanggungjawab Kepala Desa dan Perangkat itu besar sekali, untuk melayani masyarakat di perdesaan, kami berharap.ADD bisa dinaikkan, untuk meningkatkan pelayanan masyarakat,” ujar pria yang menjabat Kades Sidorejo, Kecamatan Kedungtuban ini.
Sementara itu Ketua Sekolah Tinggi Pemberdayaan Masyarakat Desa (STPMD) Yogyakarta, Dr. Sutoro Eko Yunanto mendorong para kepala desa menjadi pemimpin desa yang progresif, bukan menjadi konservatif. “Kepala desa harus berani meningkatkan kapasitasnya untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya, dengan berbasis potensi yang ada, dengan melaksanakan ekonomi gotong royong,” ujarnya.
Menurut Sutoro, kepala desa harus berpikir progresif, berani melakukan terobosan untuk mensejahterakan rakyatnya, mengembangkan potensi yang ada di desanya dengan melaksanakan ekonomi gotong royong.
Contohnya menurut Sutoro, di bidang pertanian, APBDes bisa digunakan untuk membeli hasil pertanian warganya, dengan selisih harga di atas pasaran, tentunya warga petaninya senang, hasil panennya dibeli tinggi oleh Bumdes, kemudian berkonsolidasi dengan Pemerintah Daerah yang menyediakan gudang pengepulnya.
“Selanjutnya Bupati menawarkan produk tersebut kepada perusahaan. Misalnya pabrik pengolahannya membeli dengan harga yang kompetitif namun masih menguntungkan untuk petani, Bumdes dan Pabriknya itu sendiri, inilah ekonomi gotong royong itu,” papar Dr. Sutoro Eko Yunanto. (*)