PT. Blora Patra Energi yang biasa disebut dengan nama BPE adalah badan usaha milik daerah (BUMD) Kabupaten Blora yang bergerak di bidang pengusahaan sumur tua.
Perusahaan ini didirikan dengan semangat untuk menangkap peluang usaha setelah diterbitkannya Peraturan Menteri ESDM No.1 Tahun 2008. Bahwa yang diizinkan untuk mengelola sumur minyak tua adalah KUD dan BUMD.
Sebelum adanya Peraturan Menteri ESDM No.1 Tahun 2008, izin pengusahaan minyak sumur tua di Kabupaten Blora dikelola oleh Koperasi Karyawan Pertamina atau Kokaptraya.
Dan BPE baru bisa menapak ke lahan sumur tua setelah BPE dan Pertamina EP menandatangani Perjanjian Memproduksikan Minyak Bumi pada November 2010.
Sepuluh tahun sejak mengawali usahanya BPE terus mengalami defisit, dan baru pada tahun 2018 mencatatkan laba sebesar Rp 500 juta. Walaupun pernah mengklaim memperoleh laba di atas Rp 1 M pada tahun 2019, keuntungan BPE pada Tahun 2021 turun menjadi Rp 400 juta dan turun lagi ke angka Rp 328 juta pada Tahun 2022.
Laba yang dilaporkan itupun masih dibilang laba kotor. Karena selama defisit, operasi-onal BPE disubsidi oleh Pemkab Blora. Gaji direksi, gaji komisaris, gaji pegawai, kendaraan operasional dan kantor menggunakan fasilitas Pemkab Blora.
Kalaupun dibilang sudah Break Even Point (BEP) itu masih sebatas untuk operasional. Posisi dimana perusahaan tidak memperoleh laba dan ti-dak menderita kerugian.
Di saat belum mampu menunjukkan prestasinya, BPE dikabarkan sudah memiliki anak perusahaan. Anak peru-sahaan pertama bernama PT. Banyubang Blora Energi (BBE), dan kedua PT. Blora Sarana Sejahtera (BSS) yang semuanya juga bergerak di bidang Migas.
Umumnya, anak perusahaan didirikan oleh sebuah perusahaan yang sedang berkembang dengan manajemen yang baik. Karena perusahaan induk atau holding company adalah perusahaan utama yang akan memimpin anak perusahaan.
Selain mengawasi dan mela-kukan kontrol, perusahaan induk harus bisa memberikan contoh kinerja yang baik ke-pada anak perusahaan, salah satunya pencapaian omset pendapatan, dan laba.
Sebagai BUMD yang memiliki hak eksklusif pengusahaan sumur tua di Kabupaten Blora, faktanya BPE belum mampu menunjukkan kinerja yang optimal dalam pengusahaan sumur minyak yang tersebar di beberapa lapangan minyak.
Sumur minyak di Lapangan Ledok (kecamatan Sambong) dan Lapangan Semanggi (kecamatan Jepon) yang sekarang dikerjakan, adalah warisan dari pengelola sebelumnya, Kokaptraya.
Berstatus sebagai perusahaan daerah, BPE sejajar dengan BUMD lain seperti Bank Jateng Cabang Blora, PDAM Blora, BPR Blora Artha, BPR BKK, Blora Patragas Hulu, dan Blora Wirausaha yang memiliki ak-ses dan tanggung jawab langsung kepada Bupati selaku pembina.
Namun berbeda dengan BBE dan BSS yang berstatus anak perusahaan, pembinaan terhadap keduanya akan dilakukan oleh direksi BPE.
Melihat kinerja BPE yang masih belum optimal, maka prestasi apa yang harus dicontoh oleh BBE dan BSS selaku anak perusahaan?
***