BLORA.-
Tidak jauh dari Stasiun KA Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah dan berada tepat di seberang Masjid Jamik Al-Mujahidin Balun di Jalan Aryo Jipang, Cepu, tempatnya di dalam area Makam Cungkup, terdapat sebuah punden yang sangat disakralkan oleh masyarakat.
Di dalam punden itu terdapat makam Mbah Penjaringan yang diyakini dan diakui sebagai salah satu cikal bakal babat alas Desa Balun yang dikenal sangat membawa berkah bagi siapapun yang mengunjunginya.
Punden itu disebut masyarakat Desa Balun dengan sebutan Punden Mbah Penjaringan–berjuluk Kiyai Balun yang pada abad 15 mendapat tugas dari Sunan Kudus untuk mengawasi Jipang Panolan. Bertugas mengawasi Pangeran Benowo yang berkarakter menekan pada rakyat, Mbah Penjaringan dalam menjalankan tugasnya pada waktu itu didampingi para punggawa dari Kudus.
Kisah itu diceritakan oleh Intok, pemerhati sejarah yang tinggal di Balun Gg V, Cepu, Jumat (7/4/2023). Dengan alasan mencari kitab pusaka yang hilang, Mbah Penjaringan akhirnya berkeluarga dan menetap di Balun, tidak mau kembali ke Kudus.
“Di sini beliau mendirikan padepokan, mengajarkan kepada masyarakat tentang tata cara bertani dan mengaji,” ujar pria yang memiliki nama lengkap, Ristanto itu.
Pria berusia 46 tahun yang dikenal penghobi barang antik seperti radio, tivi kuno, sepatu, dan keris itu menjelaskan, di dalam punden terdapat tiga buah makam antara lain makam Mbah Penjaringan, Eyang Srikaton (istri), dan Roro Sekar (putri). “Mbah Penjaringan atau Kyai Balun itu kakaknya putri Jipang, garwane Aryo Penangsang,” tambah pria yang juga dikenal sebagai jago suwuk itu.
Punden mbah Penjaringan ini berada diantara makam umum (TPU) Desa Balun yang dijaga oleh seorang Juru Kunci Punden bernama Sugik. “Kalau juru kunci kuburan namanya Pak Tik,” tambah Intok.
Tidak ada yang tau kapan pertama kali punden itu berdiri, tetapi Intok mengaku melakukan renovasi pada Tahun 2020 lalu. Sebelum direnovasi menurut bapak dua orang anak itu, kondisi bangunan punden sudah rusak dan tidak terurus. Walaupun bangunan berukuran 3×5 M3 itu sekarang kondisinya sudah bagus, namun suasana sakral masih terasa karena batu nisan dan batu bata kuno masih tetap menghiasi lokasi itu.
Memperbaiki atau membangun tempat bersejarah bagi Intok bukan kali pertama dilakukan pada punden Mbah Penjaringan. Sebelumnya, pria berambut gondrong itu juga pernah memugar punden di wilayah Malo dan di Desa Sudu Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.
Intok mengaku terpanggil untuk melakukan renovasi punden Mbah Penjaringan setelah adanya pengalaman goib. Berawal pada tiga tahun lalu, ketika dia berziarah ke kubur orang tuanya yang lokasinya berjarak kurang dari 10 meter. Tiba-tiba Intok melihat mbahe (Mbah Penjaringan, Red.) melambaikan tangan memanggilnya sambil berucap, “Le rene Le”.
“Nggih, enten nopo, mbah?” tanya Intok.
“Kabeh-kabeh mbok urusi, koq panggonmu dewe gak mbok urusi.” ucap Intok menirukan kalimat yang disampaikan Mbah Penjaringan.
Setelah renovasi selesai, Intok mengaku ditemui lagi oleh mbahe sambil berpesan, “Nek wis dadi, ndang diwenehi nyawa”.
Intok yang mengartikan nyawa adalah kehidupan, maka dia menterjemahkan keinginan mbahe untuk mengisi kegiatan di dalam punden. “Tentunya kegiatan yang berhubungan dengan batin,” kata Intok.
Maka sejak Tahun 2020, setiap malam Jumat Kliwon diadakan kegiatan Tahlil dan Yasinan di punden Mbah Penjaringan ini. “Setelah itu saya majukan menjadi seminggu sekali, setiap malam Jumat,” jelasnya.
Supaya batin entuk dan dhohir entuk, Intok juga memberi kegiatan kepada 12 orang rekan-rekannya yang tinggal di sekitar makam untuk membersihkan makam. “Dari kegiatan bersih-bersih itu mereka dapat penghasilan, dan setiap malam Jumat ikut tahlilan,” paparnya.
Dalam acara tahlilan rutin yang diikuti sekitar 25 hingga 30 orang itu, Intok juga menyediakan makanan yang bisa disantap besama. Kadang ada warga yang datang membawa makanan, lalu digabung untuk dimakan bareng-bareng.
“Kalo kita bersedekah, gak mungkin kita gak dibalas, tapi saya tidak berharap. Itu hukum alam, tapi niat saya bersedekah pada Jumat berkah,” tandasnya.
MAQOM HABIB MUHAMMAD ALHADAR
Di lokasi yang berdekatan dengan punden Mbah Penjaringan juga terdapat Maqom Habib Muhammad Alhadar yang sering dikunjungi pengurus dan santri pondok dari wilayah Kudus dan Pati. Sebelum berziarah ke makam Syekh, pengunjung berdoa terlebih dahulu di makam Mbah Penjaringan.
Pejabat, pengusaha, dan masyarakat Cepu juga banyak yang berziarah ke punden Mbah Penjaringan. Diantara pejabat juga ada yang rutin ikut tahlilan setiap malam Jumat.
*SENANG BERZIARAH
Alasan Intok melakukan pemugaran dan merawat punden adalah karena dirinya senang sejarah.”Merawat makam bersejarah atau makam leluhur itu tunjuannya supaya anak cucu gak kehilangan enggok,” tandasnya.
Menurutnya, orang hidup tidak boleh meninggalkan akar, karena akar itu yang memberi kehidupan. “Kalau kita merawat akar, yang pasti rezeki dan apapun yang kita lakukan akan berbuah enak,” ujar pria kelahiran Cepu itu.
Bagi Intok untuk memugar dan membiayai kegiatan punden tidak pernah mengalami kesulitan. Sebagai praktisi yang sering dimintai tolong orang atau didatangi para calon pejabat, tinggal menyampaikan kalau dia ada tugas membangun punden.
“Mereka yang sudah puas bisa menjadi pejabat desa, rata-rata mau bantu. Dan saya senang karena tugas saya juga dibantu,” pungkas Intok. (*)