DITUDING sebagai dalang dugaan kecurangan perekrutan Perangkat Desa (Perades), Ketua DPD Perindo Kabupaten Blora, Bambang Anto Wibowo tak mau ambil pusing. Menurutnya, kalau ada bukti dipersilahkan untuk melaporkan kepada Aparat Penegak Hukum (APH).
“Kalau ada buktinya, silahkan saja dilaporkan ke APH,” tantang Bambang AW di depan wartawan.
Menurut Bambang, sejak awal proses pengisian Perades, dirinya memang dituding seperti itu. Dikambing-hitamkan. Dia juga mengakui, banyak orangt yang berasumsi seperti itu.
“Harus ada alat buktinya. Kalau tidak ada, dugaan seperti itu ya tidak bisa dibuktikan,” tambahnya.
Pria yang juga menja-di salah satu anggota Tim Percepatan Pembangunan Daerah (TP2D) atau Tim-11 Kabupaten Blora ini menerangkan, sebenarnya proses dari awal, surat dari Universitas Negeri Semarang (UNNES) itu adalah surat penolakan. Setelah itu, semua proses diambil alih dinas terkait.
Semua Perguruan Tinggi (PT) yang MoU dengan Pemkab diundang Pemkab untuk presentasi di Pendapa Kabupaten.
“Dan Perguruan Tinggi yang saya rekomendasikan dari Jogja tidak terpilih. Saya sudah tidak ikut-ikut di situ. Prosesnya seperti itu. Kalau pelaksanaannya dengan UNNES, mungkin saya ikut andil di sana. Kalau yang kemarin semua PT tidak koneksi dengan sa-ya,” tegasnya.
Bambang kembali menegaskan, kalau ada alat bukti, silahkan dilaporkan. Pihaknya merasa tidak pernah tahu ada proses seperti itu (jual beli jabatan Perades, red).
“Logikanya kalau memang ada permainan seperti itu, kok tidak ke PT yang ditunjuk,” imbuhnya.
Menurutnya, yang perlu dipahami, dari awal, proses seleksi Perades adalah pasar bebas. Sebelum diambil alih PMD. Sehingga banyak PT yang menawarkan untuk bisa memfasilitasi proses itu.
“Setelah itu, diambil alih PMD. Sudah terbuka sesuai dengan aturan. Kenapa masih mengambing-hitamkan saya,” keluhnya.
Bambang juga bercerita, sudah diskusi dengan Sekjen MK. Di sana dikatakan, kalau pernyataan yang perlu didengarkan adalah pernyataan Doktor, Profesor. Sebab pernyataan profesor dan doktor itu benar. Bisa juga jadi teori baru.
“Kalau yang memberikan pernyataan tidak memiliki kapasitas, tidak perlu didengarkan. Intinya di situ,” tegasnya. (*)