Setelah menunggu enam bulan lamanya, keinginan Pemkab Blora untuk mendapat pinjaman dari bank akhirnya cair setelah pada 31 Mei lalu Pemkab Blora dan Bank Jateng melakukan penandatanganan perjanjian pinjaman daerah sebesar Rp150 Miliar.
Apresiasi langsung diberikan oleh Pemkab Blora kepada Bank Jateng yang telah mengabulkan pengajuannya. Sesuai rencana, pinjaman tersebut akan digunakan untuk peningkatan kualitas 15 ruas jalan di Kabupaten Blora.
Berbagai ekspresi diperlihatkan pasca pencairan hutang sebesar Rp 150 miliar itu. Bupati mewakili Pemkab Blora memperlihatkan raut senang karena dengan tambahan dana tersebut bisa memberi ruang lebih untuk berkreasi dalam mewujudkan visi misinya.
Dengan pencairan hutang tersebut, pimpinan DPRD dan seluruh anggotanya makin tersenyum lebar. Karena program Pemkab untuk memperhalus jalan-jalan di Blora, ternyata harus mengurangi anggaran wakil rakyat yang bisa dibilang gemuk itu.
Yang tampak sedih adalah wajah-wajah masyarakat kecil penerima bantuan sosial. Mereka khawatir anggaran bansos kedepan akan dikurangi akibat beban Pemkab Blora sekarang bertambah, yaitu membayar bunga bank dari hutang pokok sebesar 150 miliar itu.
Sementara para pengamat mengernyitkan wajah tanda heran dengan dicairkannya pinjaman sebesar Rp 150 milar itu. Alasannya, kenapa harus buru-buru pinjam bank? Padahal sisa lebih pembiayaan anggaran (Silpa) di Kabupaten Blora setiap tahun bisa dibilang besar dan jumlahnya terus meningkat.
SILPA Tahun Anggaran 2019 (Rp. 97.852.691.370), SILPA Tahun Anggaran 2020 (Rp. 112.205.265.151), dan SILPA Tahun Anggaran 2021 Rp. 225.496.337.229. Artinya, anggaran Pemkab Blora belum defisit.
Besarnya Silpa di Pemkab Blora menunjukkan kinerja penyerapan belanja yang tidak optimal akibat tata kelola keuangan yang tidak tertib atau bisa juga karena lemahnya perencanaan kegiatan. Tingginya nilai SILPA karena tidak maksimalnya penyerapan belanja jelas bukan sebuah prestasi, karena masih menyisakan kewajiban yang harus dipenuhi pada tahun berikutnya.
Walaupun baru dilantik sebagai Bupati pada Februari 2021, tetapi Arief Rohman bukanlah orang baru di jajaran Pemkab Blora. Pria jebolan Pondok Pesantren Darul Ulum, Jombang sudah lima tahun (2016-2021) menjabat wakil bupati Blora, mendampingi Bupati Djoko Nugroho. Artinya, Arief tahu banyak perihal SILPA tersebut.
Maka seharusnya yang dilakukan Arief Rohman pada tahun pertama kepemimpinanya adalah mengoptimalkan kinerja OPD (organisasi perangkat daerah) hingga tidak menyisahkan SILPA pada tahun anggaran berjalan.
Entah kenapa, Bupati Arief malah bingung cari pinjaman bank dan minta bantuan ke kabupaten lain seperti halnya yang pernah diajukan ke Kabupaten Bojonegoro.
Sebelum mengajukan pinjaman, Pemkab harusnya melakukan pengetatan belanja. Karena penghematan belanja sangat mungkin dilakukan untuk membiayai kebutuhan prioritas lain, termasuk untuk membangun jalan. ***