PERNYATAAN Bupati Blora Arief Rohman, bahwa Tim-11 yang sekarang berada dalam wadah Tim Percepatan Pem-bangunan Daerah (TP2D) adalah orang-orang yang dulunya terlibat langsung dalam penyusunan visi misi calon Bupati Wakil Bupati Arief-Etik ketika mencalonkan diri dalam Pilkada tahun lalu.
Harapan Arief terhadap Tim-11 untuk bisa membantu ikhtiar mewujudkan janji-janji atau visi misinya semakin menguatkan anggapan, bahwa Bupati dan Tim-11 adalah bagian yang terpisahkan.
“Ide pembentukan Tim TP2D karena saya ini harus mewujudkan janji-janji atau visi misi kampanye saya. Untuk mewujudkan hal tersebut tentunya saya membutuhkan tim yang membantu saya untuk memberikan masukan-masukan terkait pembangunan yang ada di Blora ini,” ucap Arief Rohman pada sebuah kesempatan.
Dengan penegasan yang seperti itu maka masyarakat Blora harus mulai bisa menerima kenyataan, bahwa Bupati dan Wakil Bupati Blora tidak akan bisa bekerja untuk mengentaskan kemiskinan, apalagi mewujudkan Blora dalane dadi alus banyune lancar terus, tanpa bantuan 11 orang anggota TP2D yang berasal dari unsur politikus dan tim sukses serta LSM itu.
Tentu saja ini akan menjadi catatan sejarah, bahwa sejak bupati Blora pertama, Toemenggoeng Wilatikta hingga bupati Blora ke-27 Djoko Nugroho, baru di eranya Arief Rohman inilah Bupati Blora menggunakan bantuan tim dari luar birokrasi.
Ibarat menginap di Hotel atau makan di Restoran baru kali ini masyarakat Blora dikenakan tarif plus plus (++), yang jelas-jelas harus bayar lebih mahal karena dikenakan pajak layanan dan pajak makanan sebesar 21 persen.
Bila saja APBD dan PAD Blora seperti kabupaten tetangga, Bojonegoro, yang namanya biaya plus-plus mungkin bisa diabaikan. Tetapi saat ini, tingkat kemiskinan di Kabupaten Blora berada di urutan ke-13 dari 35 kota/kabupaten se-Jawa Tengah. Artinya Blora masuk kategori zona merah dalam upaya pengentasan kemiskinan. Bahkan, dari total 295 desa atau kelurahan se-kabupaten Blora, 48 diantaranya masuk kategori desa miskin.
Dengan kondisi seperti itu, Kas Daerah Blora yang sudah memberikan gaji bupati dan wakilnya ternyata masih harus membayar honor tim yang berjumlah 11 orang. Tentu saja hal ini menambah berat beban APBD di Bumi Samin ini. Jangan disalahkan jika ada penilaian, bahwa keberadaan TP2D juga menggambarkan bahwa Arief Rohman tidak cukup siap mengelola kabupaten ini.
Ibarat jala terlanjur ditebar ke laut, maka harapannya adalah mendapatkan ikan sebanyak-banyaknya. Maka TP2D harus punya semangat untuk mewujudkan visi-misi bupati dalam mengentas kemiskinan di Blora dengan wujud dalane dadi alus banyune mancur terus.
Bila visi misi Bupati terwujud maka yang akan mendapat pengakuan atau apresiasi dari masyarakat harusnya Tim-11 yang bermarkas di Kantor Bappeda Blora, namun bila tidak berhasil maka jangan salahkan jika masyarakat menilai Bupati Arief lah yang tidak bisa bekerja.